Karakter Guru Hari Ini, Tentukan Wujud Indonesia 2045

Tahun 2045, seratus tahun Indonesia Merdeka. Tentunya di usia yang sudah seabad, kita semua berharap bangsa ini menjadi bangsa yang tangguh menghadapi tantangan, serta tetap mampu bersaing dengan negara-negara maju, bukan hanya dapat bersaing dengan negara yang kurang maju. Merdeka menurut Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, diantaranya adalah ”mardika iku jarwanya, nora mung lepas ing pangreh, ning uga kuwat kuwasa, amandhireng pribadi” (Supriyoko, 2017). Tafsir bebasnya adalah merdeka itu pengertiannya tidak sekedar lepas dari penjajahan, tetapi juga mempunyai kemampuan untuk berdiri di atas kaki sendiri (mandiri). Untuk dapat mandiri, tentu dibutuhkan sumber daya manusia yang unggul dalam segala hal. Proses pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan harus dapat memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga melalui kerja sama dengan keluarga dan lingkungan masyarakat.

Prediksi kita, di tahun 2045 kita akan mempunyai surplus sumber daya manusia yang produktif, yang oleh para tokoh nasional disebut sebagai “Generasi Emas Indonesia”. Untuk mempersiapkan generasi tersebut, tentulah dunia pendidikan mempunyai peran yang sangat vital. Pendidikan nasional harus berfokus pada penguatan karakter bangsa di samping pembentukan kompetensi (Daswatia, 2017). Guru sebagai ujung tombak pendidikan nasional dituntut harus dapat melaksanakan pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan sehingga dapat membentuk anak bangsa yang berkompetensi dan berkarakter kuat.

Harapan pemerintah adalah pendidikan kita mampu mewujudkan bangsa yang berbudaya melalui penguatan nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung.

Beberapa pemikir bangsa sependapat bahwa untuk melihat seperti apa bangsa Indonesia 20 sampai 30 tahun ke depan maka cukup melihat seperti apa kondisi generasi muda Indonesia saat ini. Tanggung jawab untuk menyiapkan mereka, tentu menjadi tanggung jawab keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan yang ada. Di pendidikan formal, di pundak para guru terpikul kewajiban untuk membekali mereka dengan kompetensi dan karakter yang bermanfaat. Para guru SD dan MI bertanggung jawab mendidik calon pemimpin bangsa 30-an tahun ke depan. Para guru SMP dan MTs juga bertanggung jawab mendidik generasi yang akan memimpin bangsa 25-an tahun ke depan. Demikian juga, Para guru SMA dan SMK tentunya bertanggung jawab mendidik siswanya yang akan memimpin Indonesia 20-an tahun ke depan.

Pendapat tersebut memang tidak sepenuhnya benar, tetapi dapat seyogyanya dapat sedikit membuka hati kita. Kita, warga Indonesia, baik berperan tunggal ataupun ganda sebagai guru, orang tua, maupun anggota masyarakat harus merasa bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa. Kalau saat ini kita membantu mereka (generasi penerus) menjadi baik, maka kita berati ikut membuat Indonesia menjadi lebih baik. Begitu juga sebaliknya, jika kita malah membuat mereka menjadi amburadul, tentu kita telah menyumbang dan menabung untuk kerusakan bangsa Indonesisa di masa mendatang. Na’udzubillahi min dzalik... .

Khususnya sebagai guru, sebagai penumbuh insan cendekia, haruslah terus memposisikan dirinya sebagai pembelajar, yang terus belajar sepanjang hayatnya. Belajar berkelanjutan (continous learning) tidak pernah merasa cukup, tak kenal lelah dan selalu semangat untuk menambah ilmu dan meng-upgrade kompetensinya. Seorang guru harus dapat menginspirasi dan menanamkan karakter positif kepada siswa-siswanya sehingga mereka menjadi pemelajar yang berkelanjutan (Koesoema, 2017).

Jika guru malas belajar, biasanya siswa juga sulit jika diminta untuk rajin belajar. Guru haruslah menjadi sosok teladan bagi siswa. Oleh karena itu, guru dalam meng-upgrade kompetensinya harus didasari bahwa menambah ilmu bukanlah sekedar menambah gelar, jenjang pendidikan, atau untuk kebanggaan. Mencari ilmu harus didasari dengan keikhlasan, sebagai dasar dan bahan untuk self inprovement untuk memperbaiki diri dari waktu ke waktu. Menambah ilmu bukan hanya sebatas menambah pengetahuan, tetapi juga sebagai sarana dan kebutuhan untuk menuju ke-anfa’-an dan kemaslahatan.

Selain menjadi teladan dalam kesemangatan belajar, guru juga hendaknya dapat diteladani siswanya dalam perilaku keseharian. Sesanti Ki Hajar Dewantara, Ing ngarsa sung tuladhaIng madya mangun karsatut wuri handayani” dapat diimplementasikan dari hal-hal sederhana, misalnya saja guru harus mendidik dengan hati, bertabiat jujur, amanah, berwajah ceria, berpenampilan rapi dan sopan, taat pada ajaran agamanya, disiplin, zuhud, tidak glamour, bertutur kata yang baik, tidak mengeluarkan kata-kata dan kalimat yang kasar. Kita selalu berusaha agar menjadi guru yang membuat siswa bangga, termotivasi dan terinspirasi dengan kebaikan kita, kehadiran kita diharapkan, sehingga menjadi guru yang dirindukan. Tidak lupa juga guru harus dapat membantu siswa dalam belajar, mendoakan yang baik agar siswanya berhasil, mampu menjadi pendengar yang baik bagi siswa serta memberi solusi jika siswa mempunyai suatu permasalahan.

Memang guru bukanlah sosok yang sempurna tanpa cela. Tiada gading yang tak retak. Tetapi bukankah jika ingin menumbuhkan siswa yang berkarakter baik, guru juga harus memiliki karakter yang baik terlebih dahulu? Karakter guru yang membelajarkan siswa hari akan ini menentukan karakter anak didiknya, para calon pemimpin masa mendatang, baik pemimpin di pemerintahan, dunia usaha maupun di bidang mana saja yang mencerminkan wujud Indonesia di masa mendatang. Salahkah pendapat bahwa karakter guru hari ini, akan tentukan wujud Indonesia 2045?

Selamat Hari Guru Nasional 2017

“Membangun Pendidikan Karakter melalui Keteladanan Guru”.

Magelang, 25 November 2017

Sarindi

*) Tema tulisan terinspirasi dari para pembicara Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SenDiMat V) Tahun 2017 tanggal 21-22 November 2017 di P4TK Matematika Yogyakarta antara lain:

1. Dr. Dra. Daswatia Astuty, M. Pd. (Kepala P4TK Matematika).

2. Prof. Dr. Ki Supriyoko, SDU, M. Pd. (Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa Yogyakarta).

3. Doni Koesoema A, M. Ed. (Staf Ahli Menteri).

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak