Guru Nekat


Ruangan ini luasnya sekitar tujuh puluh meter persegi, dengan panjang sepuluh meter dan lebar tujuh meter. Ini adalah lomba bagi guru SD sampai SMK untuk membuat media belajar siswa. Aku baru saja selesai presentasi karyaku. Yang membuat aku kaget adalah karena ketidaksengajaan, laptopku menyambar jidat salah satu juri saat aku melipat dan mengangkatnya. Bapak juri yang bertubuh kekar dan memelihara jenggot itu juga sama-sama kaget. Aku menjadi salah tingkah karena malu dan bingung.

“Maaf, Pak! Tidak sengaja” kataku agak takut.

“Ya, Pak! Nggak apa-apa, ngantuk ya?” katanya sambil mengelus dahinya.

“Betul, Pak. Tadi malam menunggu sampai pukul 01.00 tapi tidak dipanggil!” jawabku sambil berjalan menuju pintu keluar.

“Braak...!” tenyata bukan pintutapi dinding yang kutubruk. Aku menjadi semakin gugup. Setelah berhasil keluar dari ruang itu, kucoba menenangkan diriku di ruang tempat aku tadi menunggu pemanggilan.

“Aah...” kutarik nafas panjang sambil mengelus dada, “pertanda apa ini?”

Kucoba mengingat-ingat, “Mengapa aku bisa sampai sini?” tanyaku dalam hati. Aku kaget juga diundang ke sini.

Semua berawal dari sebuah notifikasi yang masuk di ponsel jadulku. Relatif jadul jika dibandingkan dengan milik teman-temanku yang kekinian. Tidak ada aplikasi fotografi di ponselku. Yang terpasang hanya tiga aplikasi medsos yang biasa kupakai, Facebook, whatsapp dan telegram. Maklum, ponsel jadul, memori kecil, baterai boros. Kulihat sebuah kiriman dari teman guru dari kecamatan sebelah. Dengan bersusah payah, kucoba mengunduh gambar yang terkirim. Setelah perjuangan cukup panjang karena harus menghadapi sinyal yang tak bersahabat, akhirnya terbuka juga gambar yang dikirim. Kucermati dengan hati-hati, ternyata sebuah pamfletlah yang masuk di telegram-ku. Ada kompetisi membuat media belajar yang memadukan animasi, video, suara, gambar, tulisan dan berbasis html.

Langsung terbayang di kepalaku yang rambutnya sudah memutih. Yah, html. Format apalagi ini? Apakah bahasa coding ataukah bahasa website? Kulupakan sejenak tentang kesulitan yang menantangku. Kulihat peluang yang mungkin dapat kuperoleh. Kulihat tanggal pelaksanaannya, ternyata tanggal 24-26 November.

“Yah, tiga hari di Jogja!” kucocokkan dengan jadwalku. Tanggal 24 setelah shalat Jumat aku sudah free. Tidak ada jadwal memberi tambahan jam pelajaran. Tanggal 25 sekolah libur karena upacara hari guru dipusatkan di kota. Tanggal 26 hari Minggu.

“Boleh, lah. Bismillah, aku ikut!” kataku dalam hati.

Kubaca perlahan-lahan sambil mencoba memahaminya. Tertulis di sana, peserta harus guru SD sampai dengan SMA/SMK. Nah kalau ini aku masuk kriteria, karena aku adalah guru kelas SD. Mata pelajaran yang kuampu sangat banyak. Walau nilai UKG ku merah semua, tidaklah menurunkan kepercayaan diriku, baik di hadapan siswa maupun teman-teman sesama guru.

Calon peserta terbuka bagi guru di wilayah Jakarta, Makassar, Surabaya, Yogyakarta, dan Banjarmasin. Wow, ternyata event nasional ini. Cukup bergengsi juga kalau aku dapat ikut menghadirinya. Lagipula Yogyakarta tidak terlalu jauh dari rumahku. Kalau lancar ya perjalanan 30-an menit, kalau terjebak macet ya lebih lama.

Kulihat lagi pamfet itu. Konten yang akan dibuat harus berkaitan dengan pembelajaran. Aku pun mulai berpikir, apa yang akan kubuat? Segera kucari program pembelajaranku. Nah ketemu juga. Kupilah pilih mana saja kompetensi dan materi yang belum kubelajarkan kepada siswaku. Misal nanti tidak lolos seleksi, minimal sudah dapat kugunakan di kelasku.

Aturan berikutnya tertulis “belum pernah dipublikasikan dan diikutkan dalam lomba , festival, dll.” Wah, kalau yang ini mudah. Karena aku memang belum pernah ikut lomba sejenis. Jarang-jarang ada informasi lomba masuk ke tempatku. Apalagi syarat ini, “Bukan hasil plagiat (merupakan karya original)”, mudah bagiku karena aku tidak suka mengedit milik orang lain.

Syarat terakhir, “Dikerjakan oleh perorangan. Konten harus berbasis multimedia interaktif di dalamnya terdapat unsur-unsur teks, gambar, audio/video, animasi dan simulasi serta sudah berbentuk HTML ataupun media presentasi yang sudah di-export/publish ke dalam HTML. Konten diunggah di laman penyelenggara.” Waduh, ini yang membuatku pusing.

Segera kuhubungi Gus Kenzi, temanku di kecamatan seberang menggunakan radio HT. Karena lokasi kami di pegunungan, sinyal telpon agak sulit, maka kami terbiasa berkomunikasi melalui radio. Kebetulan frekuensi sedang sepi pengguna.

“Kenzi, Kenzi, monitor? Karto Hokya menuju!” teriakku sambil memencet PTT.

“Monitor, Selamat sore, Ndan...!” terdengar jawaban dari sana. Gus Kenzi sama sepertiku, seorang guru SD di pelosok kecamatan. Hanya saja dia masih keluarga seorang kiai karismatik di sebuah pondok pesantren ternama.

“Ya, Gus. Kemarin pamflet yang kau kirim padaku itu, produknya gimana? Ganti!”

“Ya seperti itu. Dibuat HTML! Ganti!” jawabnya.

“Caranya gimana? Ganti” tanyaku.

“Lha kau aplikasi yang kau bisa, apa saja? Ganti!”

“Kau ini, Gus! Ditanya malah balik tanya! Bikin bingung saja!” sahutku agak jengkel. “Kalau nggak mau bantu ya sudah! Ganti!”

“Sabar, Ndan! Maaf. Slow aja. Kau bisa buat power point, nggak? Ganti!” tanya Gus Kenzi.

“Yullah,tercopi. Kalau hanya power point, bisa lah! Ganti!” sahutku.

“Oke, Ndan. Kau buat dulu saja dengan power point mu. Buat media interaktif yang bagus, ya? Kalau sudah selesai, nanti kontek lagi. Ganti”

“Sip, siap, Gus! Makasih! Assalamu’alaikum!” kataku sambil menutup radioku.

Aku pun mulai bekerja. Membuka-buka silabus dan buku-buku pelajaran. Kuputuskan untuk membuat media untuk pembelajaran IPA. Dengan skill power point yang kumiliki, kubuat sebuah media yang menurutku lumayan.

Tiba-tiba “Tut...!” gelap gulita. Aliran listrik PLN padam.

“Innalilahi, belum sempat kusimpan!” teriakku dalam hati.


Bersambung ke Lembur Berlembar-lembar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak