Siang itu teriknya mentari terasa di terminal Muntilan. Para awak angkutan pedesaan mengobrol dengan akrabnya di sudut sebuah warung kucingan sambil menunggu penumpang. Ya, mereka sudah seperti keluarga sendiri. Walau satu jalur trayek, mereka tidak merasa bersaing. Mereka merasa bersaudara, mendarah mendaging. Suka duka dihadapi bersama. Mulai dari sepinya penumpang, naiknya harga BBM, sampai ke masalah keluarga diselesaikan bersama.
“Ada info, Bro, kita diwajibkan mendaftarkan ulang kartu HP,” Karjono membuka percakapan sambil menyeruput kopi ngrancahnya. Kopi ngrancah adalah kopi hasil petani lokal dari Ngrancah yang masih wilayah Grabag. Bagi sopir angkudes, memang nikmat minum kopi sambil diringi lagu dangdut dari stasiun radio terdekat.
Supri menyahut, “Hati-hati, Kang! Jangan cepat tertipu!”
“Maksudnya gimana, Lik Supri?” Ovan yang masih muda menjadi penasaran. Dia termasuk driver angkudes yang paling muda. Sejak tamat SMK, dia ditawari oleh Supri untuk mengemudikan salah satu armadanya.
“Begini, lho, ada kecurigaan pendaftaran kartu prabayar diviralkan untuk kepentingan pilpres 2019,” Supri menjelaskan panjang lebar. “Semua data kita nanti akan dipakai orang asing untuk merekayasa pemilih.”
Waluyo mulai mengerti arah pembicaraan mereka. “Berarti kita nggak usah daftar ulang kartu hape, ya?”
“Kalau nggak didaftarkan, nanti diblokir terus gimana, Lik?” Ovan tampak cemas. “Aku kesulitan menghubungi calon mertuaku dong!”
“Cie..cie..., yang sudah punya calon mertua!” Candra berteriak sambil mengedip-kedipkan mata kirinya ke arah Ovan.
Sambil menunjukkan smartphone nya, Supri bertanya: “Logika sederhanaya begini, kalau banyak user nggak pendaftaran ulang, lalu kartu diblokir, maka yang rugi siapa?”
“Ya pasti Ovan dong, pakde!” sahut Candra kembali.
“Yang pasti paling rugi adalah,” kata Supri sambil menggeser duduknya, “perusahaan penyedia jasa telekomunikasi, dan itu nggak akan terjadi karena mereka takut kehilangan pelanggan setianya seperti kamu itu!”
“Terus kita gimana nih, Kang?” Waluyo bertanya seakan bingung.
“Menurut analisa saya, kita viralkan saja ke semua kerabat agar nggak pendaftaran, coba kita pikir secara jernih, buat apa pendaftaran pakai nomor KTP dan KK? Kalau nomor KK di pendaftaran maka semua anggota keluarga akan terdeteksi, dan muncul semua nomor KTP-nya, nama ibu kandungnya, pekerjaan, pendidikannya,” sahut Supri.
“Terus, bahayanya apa?” tanya Waluyo tetap belum paham.
“Data yang diminta itu bisa disalahgunakan oleh orang yang nggak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan perbankan. Karena kunci admin kita di bank adalah NIK dan nama ibu kandung,” dengan sabar Supri menjelaskan.
Semua melongo mendengar penjelasan Supri. Sampai akhirnya Ovan harus berangkat narik angkudesnya, anggota diskusi masih takut dan was-was dengan berita yang beredar.
Bersambung ke Daftar Ulang SIM Card, Siapa Diuntungkan?