Daftar Ulang SIM Card, Siapa Diuntungkan?

 

Cerita sebelumnya Hebohnya Registrasi Sim Card

Di saat para driver angkudes masih asyik ngopi di warung kucingan Yu Darmi di pojok terminal itu, tiba-tiba dari arah utara muncul seorang laki-laki paruh baya dengan sepeda onthelnya. Penampilannya sederhana, hanya memakai kaos oblong agak lusuh bertuliskan “Borobudur ono Magelang” dan celana kombor cingkrang di atas mata kaki. Sandal karet warna hitam terpasang di kedua kakinya. Badannya tidak terlalu gemuk, tapi juga tidak kurus. Rambutnya yang memulai memutih tertutup peci hitam yang warnanya mulai memudar.

“Assalamu’alaikum!” sapanya sambil memarkir sepedanya.

“Wa’alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh!’ jawab Supri dan kawan-kawan.

“Ada apa, Mbah Man?” tanya Karjono.

“ Mau ngrepoti sebentar, kalau tidak keberatan!” jawab lelaki yang disebut Mbah Man itu dengan suara lirih.

“Silahkan, Mbah, santai saja! Ngrokok, Mbah? Mau kopi apa teh?” kata Supri menawarkan rokok filternya.

“Terima kasih, Nak Supri. Aku nggak ngrokok, kok. Kalau teh, boleh lah, tapi nggak pakai gula,” jawab Mbah Man.

“Teh pahit satu, Yu!” teriak Supri.

“Ini teh pahitnya, Mbah!” kata Yu Darmi sambil menyodorkan segelas teh pahit.

“Terima kasih, Nak Darmi!” sahut Mbah Man.

“Ada perlu apa, Mbah?” tanya Supri.

“Begini, Nak. Nanti malam sekitar jam 18.30, aku perlu tiga angkutan untuk mengantar tetanggaku mengikuti pengajian. Tempatnya di Candimulyo, pengajiannya mulai jam 19.00 sampai 21.30. Bagaimana, ada yang bisa?” tanya Mbah Man.

“Siap, Mbah,” sahut Supri, “Teman-teman, siapa yang sanggup?”

“Siap, Ndan!” Waluyo menyanggupkan diri.

“Saya juga bisa!” kata Karjono.

“Siapa lagi, kalau gak ada aku siap!” kata Supri.

Setelah meletakkan gelasnya, Mbah Man berkata,”Berarti sudah terpenuhi tiga armada, ya? Untuk ganti bensinnya berapa, mau dibayar sekarang atau nanti?”

Waluyo, Supri dan Karjono saling berpandangan. “Seratus lima puluh saja, Mbah!” kata mereka hampir bersamaan.

“Bayarnya nanti saja kalau sudah di lokasi, Mbah,” Supri menambahkan.

“Baik-baik, terima kasih semua atas kesediaan kalian semua. Nanti njemput di masjid depan rumahku. Ngomong-omong, tadi kenapa, ketika aku datang kok kalian sama termenung?” tanya Mbah Man.

“Gini, Mbah, kami baru cerita-cerita tentang daftar ulang kartu hape. Tapi kami malah takut jika datanya dimanfaatkan untuk hal lain,” jawab Candra.

“Ooo, gitu ya. Kalo boleh kasih saran, ikuti saja prosedur dari pemerintah, selain kartu kita aman, juga kita membantu negara,” kata Mbah Man sambil membetulkan pecinya.

“Membantu negara bagaimana, Mbah? Kasih penjelasan, dong!” Candra tampak penasaran.

“Begini, pendaftaran kartu HP adalah upaya pemerintah untuk mencegah penyalahgunaan nomor HP seperti papa minta pulsa, sms undian berhadiah. Apalagi teroris juga berkomunikasi lewat HP, sehingga lebih membantu pelacakannya.”

“Betul juga, Mbah,” Candra memperhatikan dengan serius.

“Selain itu juga untuk melindungi pelanggan dan mengurang kebiasaan gonta ganti nomer. Biar lebih zuhud. Kebiasaan beli kartu terus buang, beli buang, itu boros.”

“Oke, saya mulai mengerti, Mbah!” Waluyo mengiyakan.

“Tau resikonya kalo nggak daftar ulang, to?” tanya Mbah Man sambil menunjuk Karjono.

“Tau, Mbah. Kabarnya sih, kartu perdana tidak bisa diaktifkan dan nomor lama akan diblokir,” jawab Karjono dengan percaya diri.

“Tapi tidak semua orang punya KTP, to Mbah? Lha wong saya bikin KTP sudah hampir satu taun, tiap mau taambil di kantor disdukcapil, jawabnya slalu, maaf belum jadi! Apa karna dikorupsi para DPR ya?” tanya Supri dengan agak emosi.

“Kalau masalah cetak KTP yang nggak jadi-jadi dan korupsi di DPR, aku kurang tau, Nak Supri. Yang aku tau, nomer penduduk ada di KTP dan kartu keluarga. Kalau nggak punya KTP, ya liat saja di kartu keluarga. Cucu saya, baru sebulan lahir saja sudah punya nomer penduduk kok!” jawab Mbah Man dengan sabar.

“Koreksi, Mbah! Itu bukan nomor penduduk tapi Nomor Induk Kependudukan, biasa disingkat N-I-K, Mbah!” sahut Candra.

“Oya, Nak Candra, terima kasih, maklum lah, aku sudah tua. Jam berapa sekarang?” kata Mbah Man dengan sopan.

“Baru jam 11.40, Mbah!” kata Waluyo ambil melihat HP-nya.

“Baik, maaf aku pulang dulu, sebentar lagi aku harus ngimami sholat di masjid depan rumah, jangan lupa nanti malam ke tempatku ya?” kata Mbah Man.

“Siap, Mbah!” sahut Supri.

“Yu Darmi, teh satu dan bakwan dua berapa?” tanya Mbah Man sambil bangkit dari tempat duduknya.

“Nggak usah, biar aku saja yang bayar, Yu!” cegah Waluyo.

“Baik, terima kasih ya, Nak! Aku pulang dulu. Assalamu’alaikum!”

Wa’alaikumussalam, sama-sama, hati-hati, Mbah!” kata Waluyo.

Mbah Man pun segera menaiki sepedanya. Semua mata tertuju pada Mbah Man dan sepedanya sampai tidak tampak dari pandangan. Dalam hati mereka berkata, benar juga kata Mbah Man. Supri dan teman-teman akan mendaftarkan kartu HP-nya. Candra berjanji dalam hati tidak akan gonta ganti kartu lagi. Dari sosok sederhana itu, mereka telah mendapatkan pelajaran penting di siang ini.

(Tamat)

Magelang, 04/11/2017


Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak